Penanganan Sengketa Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif APIHITalks#6
Kampus STHI Jentera, 11 Juli 2024
Perpustakaan dan lembaga arsip diberi keistimewaan atau privilege oleh UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Termaktub dalam Pasal 47, perpustakaan atau lembaga arsip diperkenankan untuk membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau bagian ciptaan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, selama bukan untuk tujuan komersil.
Keistimewaan ini sebagai bagian dari keseimbangan dengan adanya konsep penggunaan secara wajar (Fair Dealing dan Fair Use). Pembatasan hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pencipta lama dan pencipta baru, dan antara pemegang hak cipta dan masyarakat. Keseimbangan dalam hak cipta juga penting untuk memastikan bahwa perpustakaan dapat menjalankan fungsi penting mereka dalam mengumpulkan, melestarikan, dan menyediakan beragam koleksi untuk mendukung kepentingan publik. Sayangnya, prinsip keseimbangan ini tidak banyak dipahami oleh Masyarakat dan pengelola perpustakaan itu sendiri.
Saat ini beberapa perpustakaan khususnya Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Perguruan Tinggi digugat secara perdata karena dianggap melanggar UU Hak Cipta terkait penggandaan karya cipta, meskipun tujuannya bukan untuk komersil. Tanpa perlu membahas kasus spesifik, masalah hukum itu bisa terjadi karena banyak faktor. Dari pihak pekerja perpustakaan atau lembaga arsip, faktornya mungkin soal kekurangpahaman atau bahkan ketidakpahaman mereka terhadap perangkat hukum terkait hak cipta. Kekurangpahaman atau ketidakpahaman ini juga bisa terjadi pada pihak pencipta atau pemegang hak cipta.
Sebagian besar gugatan PPKC berhasil mereka menangkan karena ketidaksiapan pihak perpustakaan menghadapi organisasi ini, baik dalam tingkatan Negosiasi dan Mediasi. Dalam konteks Mediasi, idealnya ada prinsip kesetaraan. Bahwa penggugat dan tergugat memiliki kedudukan yang sama dan pemahaman yang sama atas materi gugatan yang ada. Keterbatasan pengetahuan pengelola perpustakaan mengenai Hak-Hak Perpustakaan terkait Hak Cipta idealnya mendapatkan pendampingan dari kuasa hukum atau organisasi profesi dan organisasi kepustakawanan agar mereka siap menghadapi pihak-pihak yang mengklaim mewakili pencipta atau pemegang hak cipta. Di lain sisi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengamanatkan adanya Lembaga Manajemen Kolektif. Lembaga ini berfungsi untuk menghimpun dan
mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik hak terkait yang izin operasionalnya diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Dalam konteks perpustakaan dan lembaga kearsipan, apa saja kaitan perpustakaan dan lembaga kearsipan dengan Lembaga Manajemen Kolektif terkait dengan pustaka dan arsip.
Asosiasi Profesional Informasi Hukum Indonesia (APIHI) sebagai wadah kerjasama, kolaborasi, komunikasi, dan interaksi antar individu profesional informasi memandang persoalan hak cipta sebagaimana dipaparkan di atas adalah persoalan serius yang perlu diketahui mendalam oleh para profesional informasi, baik itu pustakawan, arsiparis dan profesi yang berhubungan dengan pustaka dan arsip.
Dengan iktikad memberikan edukasi sekaligus perlindungan dalam bentuk pengetahuan dan pemahaman kepada anggotanya yang terdiri dari pustakawan, arsiparis, knowledge officer, information specialist, document controller, dan pegawai pengelola informasi hukum, APIHI tergerak untuk menggelar sebuah forum diskusi terbuka bertema “Hak Cipta dan Perpustakaan: Penanganan Sengketa Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif.”
- Maksud dan Tujuan
Forum diskusi ini diselenggarakan dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang implementasi UU Hak Cipta, khususnya yang berkaitan dengan lingkup pekerjaan profesional informasi.
- Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal | : | Kamis, 11 Juli 2024 |
Jam | : | 09.00 WIB – selesai |
Tempat | : | Ruang Pertemuan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Puri Imperium Office Plaza UG 11-15, JL. Kuningan Madya, Kav. 5-6, Kecamatan Setiabudi – Jakarta Selatan |